Cintapuccino,
novel bergenre Chicklit karya Mbak Icha Rahmanti ini membuatku tak pernah
melupakan bagaimana sebuah obsesi masa lalu dihadirkan kembali. Cerita tentang
Rahmi dan Nimo dikemas dengan menarik. Pernah mengeluh dan berhenti mencoba,
padahal kita sudah berusaha sekuat tenaga.
Novel
yang aku temui secara tidak sengaja di tempat penyewaan buku ini memberiku
setitik harapan. Saat kamu mengharapkan seseorang, mungkin saat itu kamu tidak
bisa mendapatkannya. Tapi, jika kamu berjodoh dengannya. Dia akan datang untuk
menjemputmu kembali. Novel ini memberiku banyak pelajaran, mulai dari teori
SWOT hingga quotes yang sangat memberi semangat. Di antaranya ‘Prepare For The
Worst. But Still Hoping For The Best’. Quotes yang selalu ku praktekkan saat
deadline tugas kuliah. J
Nah,
bagian Nimo-nya. Seorang Dimas Geranimo digambarkan sebagai seseorang yang
cakep, sedikit nakal tetapi pintar. Bagian inilah yang paling pas denganku.
Setelah lima tahun berlalu, aku juga menemukan nimo-ku. Bedanya Nimo yang
digambarkan Mbak Icha sudah dikenal Rahmi sewaktu sekolah. Sedangkan aku,
Nimo-ku sudah lama berada di dekatku. Parahnya, aku baru menyadari beberapa tahun
belakangan ini. Nimo-ku mirip dengan yang dideskripsikan Mbak Icha, 95% mirip.
Jika melihat dia, aku serasa melihat seorang Dimas Geranimo di dunia nyata.
Sayangnya,
aku tidak bisa mendapatkan novel ini. Lima tahun yang lalu, aku pinjam di dekat
sekolah, harga sewanya sekitar Rp 2.500 – 3.000,00 per minggu. Saat itu, novel
ini sudah cetakan ke dua puluh dua. Cintapuccino adalah novel yang paling aku
rindukan, memberi banyak kenangan karena
beberapa kejadian di novel itu hampir sama dengan kehidupanku. Semoga
saja suatu hari nanti aku bisa menemukan novel ini lagi. Novel ini begitu
banyak memberi inspirasi untuk mengejar obsesi, tapi tidak harus sampai
se’nymonimous cronist’-nya Rahmi juga. Atau nimo-ku yang nantinya akan
membawakannya untukku? Who knows.
Komentar
Posting Komentar